Saturday, January 3, 2009

senyum kecut petani karet

di kabupaten lingga, petani karet cukup banyak. mereka tersebar di berbagai wilayah. ada yang memang menekuni profesi ini karena turunan dari orangtuanya, kakeknya, ada juga yang baru-baru ini saja ngikut. selain pembedaan itu, ada juga petani karet lokal dan pendatang. yang pendatang nyaris semuanya berasal dari Jawa.

mengapa para petani karet berani merantau dari kampung halamannya ke lingga? jelas, karet masih bisa membuat mereka tersenyum. senyuman yang segar. beberapa bulan tinggal di hutan, penuh dengan onak dan duri, ternyata bukan harus dianggap sebuah kesedihan. habis gelap terbitlah uang, begitulah. ketika ada kesempatan pulang kampung, mereka akan bergantian pulang dengan hmmmm membawa uang hasil keringat sendiri yang lumayan. lumayan buat beli tanah di jawa, lumayan buat beli motor buat calon mertua, lumayan buat membelikan gelang emas nenek dan kakek dan lumayan yang lain.

tetapi kini senyum petani karet itu tak tampak lagi. kalau toh ada, kecut sekali. jauh berbeda dengan lirik lagu dina mariana: senyummu kini manis sekali, pandangan matamu bercahaya... harga karet merosot tajam. sebelumnua belasan ribu, kini tak bisa lebih dari lima ribu perak. ada yang bertahan di lingga menunggu keajaiban harga karet melonjak lagi, namun tak sedikit yang memilih beristirahat di kampung halamannya. beberapa petani karet mengatakan, selama ini mereka tergantung kepada tengkulak. pemerintah? belum sempat mewujudkan cita-citanya, entah sebagai penjembatan investor di bidang pengolahan karet atau sekadar mendirikan koperasi buat para petani karet.

sebuah petang, aku iseng mencium bau getah karet yang baru saja menetas ke tempatnya, masih menempel di batang pohonnya. baunya, kecut sekali. mungkin juga karena hidungku belum terbiasa menerima aromanya. tetapi senyum petani karet ternyata lebih kecut dari aroma getah karet itu. kecut sekali...

No comments: